Wednesday, May 07, 2008

Senioritas VS Kaderisasi

Menjadi kader KMHDI adalah sebuah pilihan…dari sekian wadah/komunitas pergerakan mahasiswa ekstra maupun intra kampus di Indonesia yang tumbuh dan berkembang dengan karakteristiknya masing-masing. Mahasiswa Hindu bebas untuk memilih mana wadah yang sesuai bagi mereka. Mau yang berkiprah secara murni di religius keumatan, menyerempet ranah politik tapi masih malu-malu, sosial kemasyarakatan, bahkan terang-terangan menjadi underbouw partai politik tertentu..semua ada di sini...silahkan dipilih..dipilih..dipilih....^_^


Menjadi kader KMHDI adalah sebuah pilihan..manakala…semakin marak ketidakacuhan sebagian mahasiswa Hindu yang emoh menjadi organisatoris bahkan semakin apatis terhadap perkembangan isu-isu sosial kemasyarakatan. Boro-boro mikir kepentingan bangsa, mikir konsolidasi internal organisasi yang kacau-balau saja belum bisa...apalagi indeks prestasi akademik yang berada di garis kritis...adalah alasan klise yg sering dilontarkan mereka. Aku jauh-jauh merantau untuk kuliah...bukan untuk berorganisasi....begitu kata mereka. Toh akhirnya juga mereka tetap saja gak lulus-lulus...

Menjadi Kader KMHDI adalah sebuah pilihan...apakah menjadi kader yang kritis, anarkhis, solid, loyal, militan, arogan, lugu, polos, bodoh, bebal, bijak, cerdas, pintar, bahkan sedikit hipokrit...terserah mereka mau mengambil peranan yang bagaimana...
Adalah hal yang manusiawi jika ungkapan hati anggota maupun pengurus baru bertanya dengan jeritan yang menyayat hati...kemana kakak2 senior mereka sekarang...??? kenapa kami seperti anak ayam kehilangan induk...?? Sudahkah mereka para senior melupakan generasi penerusnya begitu saja....ataukah hanya karena alasan akademis yang memaksa mereka mulai meninggalkan arena pertandingan dan mengambil peran menjadi hakim garis...awasi bolanya...pantau pemainnya...meski berada diluar lapangan. Atau hanya karena sebuah alasan...ini demi sehatnya proses kaderisasi....begitu ketegasan mereka...

Menjadi kader KMHDI adalah sebuah pilihan...ketika transformasi pemahaman organisasi berjalan baik atau setengah-setengah...keberhasilan atau kegagalan mereka para pendahulu atau yang sering dipanggil senior dalam mencetak kader-kader baru yang solid dan memahami organisasi menjadi tolak ukur keberhasilan sebuah proses kaderisasi. Jika dapat melahirkan kader yang mandiri...itu baru dapat dikatakan sebuah keberhasilan...namun ketika masih ingin mengambil peran yang dominan di masa dan era yang telah berganti jaman...mesti direnungkan kembali ...apakah ini sebuah kesadaran riil atas kasih sayang yang berlebihan untuk tetap mempertahankan sebuah peran....
....ataukah demi memuaskan ego pribadi dengan mengatasnamakan sebuah ’kepedulian’ terhadap organisasi.

Menjadi kader KMHDI adalah sebuah pilihan....manakala telah melewati sebuah masa keemasan...dan saat ini, detik ini, masih saja terlena akan sebuah euforia masa lalu yang semakin tertinggal jauh di belakang. ”La wong Saya dulu yang berperan sentral...saat itu kalian belum ada...karena saya berpengalaman maka dari itu dengarkan apa kata saya sekarang...”, begitu kata para senior dgn narsisme berlebihan.
Ketika junior terlalu penurut, manut sambil manggut-manggut...senior semakin jumawa...ketika junior dapat berpikir kritis..senior merasa sedikit tidak dihargai jasanya...ketika junior bertanya....kemana seh pendahulu mereka??? Senior menjawab...sekarang ini adalah bukan masanya saya....begitu kata mereka yang paham akan pentingnya regenerasi. Karena organisasi yang sehat adalah ketika regenerasi berjalan dengan baik dan tanpa menyisakan dendam di hati di akhir masa bhakti kepengurusan.

Menjadi kader KMHDI adalah sebuah pilihan...
Dengan mewujudkan kualitas kader yang mumpuni, KMHDI sebagai sebuah organisasi kader secara langsung telah ikut dalam pembangunan bangsa. Dalam melakukan kegiatan pendidikan bagi kader-kadernya, KMHDI mengacu pada pernyataan seorang Sutan Sjahrir yang mengatakan “Dengan segala peradaban, semua peri kemanusiaan, agama, etika, yang dikatakan dimiliki oleh manusia, tetap dalam diri kita ada unsur kebinatangan yang membuat semua kebudayaan, perikemanusiaan dan agama menjadi bahan tertawaan. Kita tidak boleh menggunakan idiom irasional yang walaupun lebih mudah untuk memikat rakyat, justru akan menjatuhkan rakyat dalam jurang kebodohan. Kita harus mengangkat kesadaran rakyat banyak dari dunia irasional ke tingkat yang rasional, dan mendidik rakyat untuk berpikir dan berbuat secara rasional pula. Metode perjuangan kita harus rasional, sistematis dan terstandarisasi.”

...sekali lagi...Menjadi kader KMHDI adalah sebuah pilihan...ketika kesempatan menjalankan proses demokrasi tidak lagi memberi makna mendalam...jiwa-jiwa besar yang diharapkan tumbuh dan berkembang di setiap kader menjadi semakin ciut dan meredup manakala hasil yang diputuskan tidak mengakomodir ego kedaerahan yang irasional...sebuah proses yang tidak sehat manakala di kemudian hari kesepakatan bersama atau mayoritas suara hati kader diabaikan semena-mena tanpa adanya dasar berpikir yang logis dan cenderung mengada-ada. Bahkan muncul ancaman terselubung di balik rengekan anak kecil yang menyinggung ttg disintegrasi sebuah Kesatuan manakala di kemudian hari tuntutan mereka kembali diabaikan...Apa kata dunia...???

Dan ini yang terakhir kali....menjadi kader KMHDI adalah sebuah pilihan....
Apakah senior berjiwa besar memberikan kesempatan kepada generasi penerusnya untuk berjuang di jalan yang berbeda...dgn arah dan tujuan tetaplah sama...ataukah senior akan tetap memaksa...agar mereka generasi penerusnya tetap berada di jalan mereka menurut pola pikir mereka. Waktu yang akan berbicara...cara yang bagaimana yang nantinya akan sesuai dengan kesadaran kritis filosofi kaderisasi KMHDI demi mewujudkan visi dan misi organisasi, ataukah upaya2 pembodohan kader yang akan menggali lubang kuburan massal mereka sendiri...dengan mengklaim sudah melakoni proses kaderisasi...


(Jakarta, 09 April 2008)

No comments: