Sunday, October 28, 2007

Karma…?? atau Takdir…??

Fiuuh…senang sekali akhirnya bisa kembali menuangkan ide2 serta pemikiran ‘yang mungkin masih dapat dikategorikan dangkal’ dibandingkan kawan2 bijak lainnya…kekekkekee….
Daripada berjuta macam distorsi masalah yang bercokol memenuhi isi kepala ini yg sudah hampir over load hingga usia 24 tahun lebih mencari makna hidup, lebih baik dishare di media blog yg praktis ini…
Mengutip kalimat bijak seorang kawan di jogya yg bahkan saya jg g tahu parasnya , namun terus terang membuat kepala ini terotomatis untuk mengangguk saat membacanya…dia mengatakan :
“Memiliki pengetahuan agama yang pas-pasan, tetapi berkeinginan untuk terus belajar dan menyadarkan orang lain untuk juga belajar, saya pikir, lebih baik daripada memiliki pengetahuan agama yang tinggi tetapi tidak mau berbagi dengan orang lain. Dan, jauh lebih baik daripada orang yang tidak mau belajar sama sekali”.

Kalimat tersebut memotivasi saya untuk terus mencoba belajar memahami keyakinan yg sudah diketik jelas di KTP mengingat secara hukum saya sudah layak mendapatkannya…mudah2an dengan niatan berbagi di media ini tidak merugikan orang lain…syukur2 bisa menambah ruang diskusi bagi pembelajaran kita bersama…swaha…

Diskusi sehat bersama seorang kakak yang sempat terhenti karena kendala perbedaan waktu jualah yang memotivasi saya menuang dalam blog ini…disini siang…disana dini hari…hikz..….

Bermula dari pembahasan mengenai konsep karma dan takdir…yang kemudian diskusi mendalam mengenai konsep keTuhanan dalam Hindu…menurut beliau dan mungkin teman2 juga ada yang tidak percaya dgn takdir krn hal inipun sebenarnya masih dipertanyakan ada/tidaknya dalam ajaran Hindu, karena menurutnya takdir itu telah ada yg menentukan dan hal ini bertentangan dengan hukum karma ( hukum sebab akibat). Takdir bersifat sepihak sehingga manusia tidak perlu berusaha jika mempercayainya…tanpa bermaksud menghakimi pemikiran beliau, sayapun ingin juga menyampaikan pemikiran saya mengenai hal tsb…baiklah sebelum pembahasan beranjak lebih jauh…kita kupas dulu definisi takdir dan karma.

Catatan penting, mohon maaf jika tulisan saya ini nantinya akan sedikit mengutip sloka-sloka suci , karena sebenarnya saya berharap pemikiran2 tsb tidak terlalu terkesan dogmatis, tapi saya berusaha menyampaikan apa yang saya baca dan mudah-mudahan penafsiran saya tidak salah dan melenceng jauh dari inti ajaran sebenarnya…hehehe….saya tidak mencari pembenaran, karena saya yakin kebenaran tertinggi hanya milik Hyang Widdhi Wasa.
Mudah-mudahan saya tidak salah, sepanjang pemahaman sederhana saya, takdir merupakan garis nasib, kehendak Tuhan yang harus kita terima…mau-tidak mau, suka-tidak suka, setuju atau tidak…itu adalah garis kehidupan yang harus kita jalani.
Sedangkan Karma adalah kerja atau perbuatan yang mengacu pada perkataan, tingkah laku dan pikiran kita yang mengikat kita pada kehidupan yg terus berulang-ulang (samsara)…sehingga perdebatan kami mengenai konsep karma dan takdir yang menurutnya kedua hal ini tidaklah sama karena mengacu pada konsep keTuhanan secara tidak langsung.

Saya setuju hal tsb merembet pada pemahaman akan konsep Ketuhanan itu sendiri, karena pemikiran saya sebatas ini…saya percaya pada keduanya…akan karma dan takdir…saya tidak tahu istilahnya dalam Hindu (mungkin jg tidak ada), tapi saya meyakini begini…takdir adalah kekuatan tidak terbatas melebihi batasan-batasan kemampuan nalar manusia (transedental) maupun mahluk lainnya di dunia ini yang menentukan alur hidup masing2, yang satu sama lain tidaklah sama. Mohon maaf jika ada kawan2 yang kurang berkenan dengan pendapat saya…atau mungkin ada pendapat lainnya…???
Menurut pemikiran saya yang terbatas, kedua hal ini memang tidak sama, saya sepakat…tapi sebenarnya kedua hal tersebut tidak dapat dipisahkan…hidup, mati, rejeki (anugerah), musibah (kemalangan), hingga jodoh menurut teman2 takdir atau karma…???
Pertanyaan tersebut sebenarnya relevan namun tidak bisa dikatakan benar juga, meski pemikiran awal mengatakan kedua hal itu berbeda…karena menurut saya tetap ada korelasi antara keduanya… hIdup bagi saya hanya panggung sandiwara yang lakonnya diperankan oleh seluruh mahluk hidup termasuk saya sbg manusia…sedangkan Tuhan adalah sutradaranya…namun saya juga meyakini alur hidup ditentukan seberapa besar karma yang kita lakukan entah itu di kehidupan (sancita, prarabda, dan kryamana) karmaphala. Jika kita masih terikat oleh karma, kita akan terus mengalami punarbhawa atau samsara berdasar kuantitas Karma Wasana (sisa2 karma kelahiran terdahulu)….pertanyaan sederhana kemudian, siapakah yang menciptakan hukum karma….??? Sang Hyang Widdhi Wasa juga kan…siapa pula yang mengakumulasi total karma yang dimiliki setiap makhluk hidup di dunia…??? Kita tahu jawabnya…
Jadi menurut saya sebenarnya konsep karma dan takdir memiliki keterkaitan erat…dalam contoh bahasa sederhana begini…kita dilahirkan ke dunia, itu adalah takdir atau kehendak dari Brahman/ Hyang Widdhi Wasa/Tuhan YME, namun kita dilahirkan lagi…lagi…dan…lagi…sebagai apa, kapan, dan dimana… saya percaya itu tidak terlepas dari karma kita di kehidupan terdahulu…keterikatan kita akan karma akan terus membawa roh/jiwa kita pada kehidupan yang berulang-ulang (reinkarnasi). Sehingga kesimpulan sementara dari pemikiran saya yang terbatas adalah takdir tidak terlepas dari peranan Karma, artinya pula takdir yang kita jalani dlm hidup ini ditentukan seberapa besar karma kita. Saya meyakini, dengan adanya hukum karma menjadi kesempatan kita untuk berjuang di kehidupan sekarang agar menjadi lebih baik dan menorehkan garis takdir yang sebenarnya sudah tercatat secara sistemastis oleh Sang Yama.

Baik kita kupas mulai dari konsepsi Ketuhanan yang saya baca…
Sri Svami Rama dalam komentarnya mengenai Mandukya Upanisad menyebutkan sbb: “kata Brahman berasal dari sansekerta, akar kata Brha atau Brhi yang berarti meluap/mengembang, pengetahuan yang meresapi segala. Kata ini selalu dalam jenis kelamin neutrum (banci). Hal ini menunjukkan bahwa Tuhan (Kebenaran Mutlak) berada di luar konsep jenis kelamin laki dan wanita, dan di luar konsep yang bersifat dualistis.
Brahman hadir dimana-mana, Maha Tahu, Maha Kuasa, itulah sifat dasar dari satu kebenaran mutlak itu. Ia adalah Kebenaran Sejati, Kesadaran Tertinggi yang tidak pernah dipengaruhi oleh sifat duniawi, itulah Brahman.
Brahman juga digambarkan sebagai Ananda yaitu sumbernya kebahagiaan. Ketiga azas Brahman disebut Sat, Cit, Anan-da, yang artinya kebenaran, pengetahuan, dan kebahagiaan yang abadi.
Ia yang menjadikan Diri-nya sendiri dan memenuhi alam semesta. Brahman itu tidak berbeda dari Sang Diri, seluruh umat manusia (hakekatnya) adalah Brahman. Berpangkal dari pandangan ini seluruh umat manusia pada hakekatnya/ esensinya adalah sama dan satu. Dalam Taittiriya Upanisad 2.1. dan Brhad-aranyaka Upanisad 3.9.28. disebutkan : Satyam Jnanam anantam Brahma, vijnanam anandam brahma, yang artinya : Brahman adalah Kebenaran dan Pengetahuan (tak terbatas), Brahman adalah Pengetahuan tertinggi dan kebahagiaan. Dalam Taittiriya Upanisad 3.1. menyebutkan, “ Dari mana semua yang ada ini lahir, dengan apa yang lahir ini hidup, kemana mereka masuk ketika kembali, ketahuilah bahwa itulah Brahman “.

Sedangkan pemahaman mengenai Atman berasal dari kata “an” yang artinya bernafas (hidup). Dalam pengertian umum Atman berarti roh atau jiwa yang mencakup segala aspek hidup. Sebagaimana halnya Brahman, maka Atman pun bersifat kekal abadi dan tidak pernah mati, dan di dalam Rg Veda Atman disebut “ Ajobhagah” yaitu yang tidak dilahirkan. Atman adalah merupakan esensi dasar dari manusia, sedangkan Brahman adalah esensi hidup dari seluruh alam semesta. Namun hakekat sejatinya Brahman dan Atman adalah sama (manunggal)

Brhad aranyaka Upanisad III.9.26. mengatakan : “Atman itu bukanlah yang ini. Dia tidak bisa dilukiskan, karena dia tidak terlukiskan. Dia tidak bisa hancur, karena tidak pernah dihancurkan. Dia tidak pernah terikat, karena Dia tidak pernah mengikat dirinya”.

Dalam Prasna Upanisad III.6. disebutkan :
“ Atman menetap di hati yang di dalamnya terdapat seratus satu syaraf, masing-masing dibagi atas seratus cabang dan tiap cabang memiliki dua ribu sub cabang yang lebih kecil dan vyana itu adalah prana yang bergerak melalui kesemuanya itu”.

Sehingga jelaslah bahwa Atman adalah esensi yang ada di dalam hati manusia dan dengan kekuatannya yang bergerak prana menghidupi tubuh dan pikiran manusia. “Prana ini dilahirkan dari Atman, ibarat bayang-bayang mengikuti badan, demikianlah prana tersebut pada Atman. Ia memasuki (menghidupi) tubuh dan fikiran, dan mengikuti baik dan buruk dari perbuatannya” (Prasna Upanisad III.3).
Atman yang ada di tubuh makhluk hidup pada hakekatnya tidak terikat tetapi prana, yang memasuki dan menghidupi jasad dan pikiran itulah yang terikat dan merasakan suka dan duka akibat dari perbuatannya dan hal inilah yang menjadikan kelahiran berulang kali. Bila Atman bekerja (berkrida) maka dari diri-Nya keluar kekuatan getaran yang disebut prana yang menyebabkan manusia bisa berpikir dan bekerja.
Brahman atau Tuhan berada di dalam diri kita, ada di dalam tumbuh-tumbuhan dan seluruh alam semesta ini atau Vyapi Vyapaka, dan Beliau berada di luar dan di dalam diri kita, diluar dan di dalam alam semesta ini, meski hakekatnya demikian, namun antara Brahman dan Ciptaan-Nya ada perbedaannya. Dalam Svetasvatara Upanisad IV.10 disebutkan : “ Ketahuilah bahwa sesungguhnya Prakerti itu bersifat maya yang diperintah oleh Mahesvara (Brahman), semua bagian dari alam semesta ini diliputi dan diresapi oleh maya-NYa”. Yang disebut Prakerti adalah semua benda2 alam semesta ini yang diciptakan melalui kekuatan maya dari Brahman. Yang dimaksud dengan maya adalah illusi, ia tampaknya ada tetapi hakekatnya tidak ada.

Bhagawad Gita (III.27.) menjelaskan : “ Segala macam pekerjaan adalah dilakukan oleh guna dari prakerti (prakriti). Ia yang jiwanya dibingungkan oleh perasaan ahamkara, keakuan, berpikir aku pelakunya”. Prakerti tersusun dari tiga guna, yaitu satyam, rajas, dan tamas. Ketiga ini akhirnya menjadi suasana keadaan alam. Ia yang tidak menyadari esensi dirinya (atma) yang sebenarnya menunggalkan diri dengan prakerti. Dan bila ahamkara (ego) keseluruhannya dikuasai alam maka ia tidak mempunyai lagi alam kebebasan.

Selama manusia menganggap (mengidentikkan) dirinya sama dengan tubuhnya, selama kita menganggap binatang itu sbg binatang, selama kita memandang tumbuhan sbg kayu, selama itu pula manusia, binatang, dan tumbuhan bukanlah Tuhan. Karena sebenarnya semua bentuk jasad atau benda itu adalah barang palsu, tidak kekal, selalu berubah. Semua ‘wadah’ itu terjadi karena permainan prana dan akasa yang merupakan kekuatan maya dari Atman atau Brahman.

Jadi berhati-hatilah kawan jika ada orang yg mengatakan dirinya atau mengatasnamakan Atma , mengatakan dirinya sama dengan Tuhan, karena jika yang berkata ini adalah pikiran orang yang masih terikat kepada hal2 duniawi, maka sebenarnya ia adalah Tuhan palsu (maya, karena pikiran adalah maya). Sejarah mencatat hanya orang-orang suci seperti Bhagawan Vyasa, Maharsi Sukha, Prabu Janaka, dll yang kualitas hidupnya mendekati Tuhan , Beliau juga maha bahagia, maha benar, tidak lagi terkena suka dan duka. Beliau2 ini yang disebut Jivan Mukti yaitu yang sudah mencapai Sat Cit Ananda (Kebenaran, Pengetahuan, dan Kebahagiaan) semasih hidup.

Kembali pada pembahasan awal mengenai Karma dan Takdir, sekali-lagi pemikiran saya yang terbatas ini meyakini, bahwa alam semesta ini seperti panggung sandiwara yang kolosal (besar), pemain-pemainnya adalah semua mahkluk baik dalam wujud manusia, binatang, tumbuhan. Tuhan sbg Sang sutradara. Karena sandiwara ini berlangsung sangat panjang dari mulai dunia tercipta sampai pralaya maka pemainnyapun banyak dan berganti-ganti. Masing-masing pemain mengenal jalan cerita sesuai bagiannya saja dalam arti hanya sepotong-potong, sedangkan pemain (ex. Usia manusia hanya sekitar 75 s/d 80 thn ).
Namun Hyang Widdhi sebagai sutradara agung yang mengarang (menciptakan) sandiwara ini melalui khayal-Nya (maya) tahu benar isi dari semua babak dari permulaan hingga akhir karena sudah dikonsepkan terlebih dahulu. Dan untuk apa Tuhan menciptakan sandiwara tersebut tidak lain bertujuan mulia. Karena-Nya Sempurna, pasti dari yang SEmpurna, lahir yang Sempurna. Hanya saja karena kekuatan maya yang mengikat kita begitu besar, menyebabkan kita tidak dapat mengenal nilai2 kebenaran yang sejati melalui cara yang biasa. Karena itu, dengan menciptakan sandiwara kolosal di dunia ini, melalui krida-Nya, Tuhan hendak mewedarkan rahasia kebenaran melalui cara yang lebih mudah bisa dipahami oleh kalangan awam. Benda2 material yang bersifat maya ini merupakan sarana untuk menggali pengetahuan sejati tentang Sang Diri.

Inilah mengapa hingga sekarang pikiran saya yang terbatas masih meyakini adanya konsep / skenario takdir yang sangat terkait dengan karma masing2 para lakon/pemain di pentas yang Tuhan ciptakan. Yaitu pentas Kehidupan yang harus dijalani seluruh makhluk sejagat Raya. Adanya takdir tidak lantas membuat manusia mudah menyerah, nerimo dlm bhs jawa, ikhlas menerima hidup, membuat kita tidak berusaha berjuang menjadi ciptaan-Nya yang lebih baik dari kehidupan terdahulu. Berjuang agar tidak terlalu mengikatkan diri pada hal-hal material yang menjerumuskan di jaman kapitalis sekarang ini. Semasih babak kehidupan ini berjalan…mari kita bersama2 meningkatkan kualitas hidup hingga tujuan akhir mencapai Moksartam Jagat Hita ya Ca Iti Dharma. Astungkara….


Om Loka Samastha Sukino Bhavantu…


Sumber :
- Bhagawad Gita
- Pengantar Penghayatan Upanisad - Cudamani

Read More......