Thursday, November 29, 2007

Aliran Kepercayaan yg dibekukan krn dianggap sesat…masih adakah kebebasan beribadat…???

Setelah beberapa minggu melakukan serangkaian penggalian data dan pengkajian akhirnya Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Pakem) Kabupaten Indramayu secara resmi membekukan aliran kepercayaan Suku Dayak Hindu Budha Bumi Segandu yang berada di Losarang, Kabupaten Indramayu.
Pembekuan komunitas aliran kepercayaan pimpinan Takmad Diningrat ini didukung oleh fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Indramayu yang beberapa waktu lalu menegaskan bahwa aliran kepercayaan tersebut sesat.


Dari media massa tsb, membuat kita sedikit ‘shock’ apalagi saat mengetahui ternyata ada sebuah aliran kepercayaan yang memakai nama “hindu” di labelnya. Pasti kita bertanya2…apakah aliran ini sama dengan ‘Dayak Hindu kaharingan’ yang telah kita kenal…??? Yang hingga kini masih ada beberapa pihak yang ingin melepas status keHinduan mereka.




Informasi yg berkembang, para penganut aliran kepercayaan tsb (Suku Dayak Hindu Budha Bumi Segandu, red), setelah dicek tidak berlabel agama satupun di KTP’nya alias penganut kepercayaan…lantas…apakah yg mendasari PAKEM Kab. Indramayu mengambil keputusan yg terkesan sepihak tsb, hanya krn fatwa MUI yg menjustifikasi bahwa aliran tsb sesat…
Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 ; “ Negara menjamin kemerdekaan tiap2 penduduk untuk memeluk agamanya masing2 dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu “.

Adakah yang salah dengan memahami bunyi pasal tsb diatas…lantas apa sebenarnya maksud PAKEM…?? Karena selama ini definisi ‘kepercayaan’ berada diluar konteks pemahaman ‘tradisi agama’ yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Selama ini pun tidak ada batasan2 yg jelas ttg ‘kepercayaan’ itu sendiri. Berdasarkan pemahaman saya yg terbatas…mohon maaf jika ada yg tidak berkenan…sepanjang tidak bertentangan dgn pasal 29 ayat (1) yaitu percaya thd TUhan YME, maka aliran kepercayaan tsb sah-sah saja berkembang.
Yang saya heran, unsur2 dari PAKEM kenapa tidak ada satupun personel umat yg berlabel…maaf…agama Hindu, atau Budha…mengapa hanya mendasarkan pada fatwa salah satu majelis keumatan yg kita jelas2 tahu sangat tidak mentolerir adanya ‘penyimpangan’ dari ajaran Agamanya…
Melihat fenomena sosial itu, timbul ‘pikiran kotor’ di benak saya, dari pengalaman yg ada…aliran2 yg telah divonis sesat kemudian ‘kembali ke jalan yg lurus’ dgn mengucap sumpah disaksikan masyarakat lainnya…inikah yg diharapkan ‘mereka’ untuk mengajak pengikut aliran kepercayaan ( Suku Dayak Hindu Budha Bumi Segandu, red) agar kembali ke ‘jalan yg lurus’….who knows….istilah konversi tidak bisa kita gunakan karena sejak awal mereka tidak mengaku beragama….Om ano Badrah Kratawoyantu Wiswatah….semoga pikiran yg baik datang dari segala arah….

Meski pasal 29 UUD 1945 menjelaskan bahwa Negara memberikan jaminan kemerdekaan beragama…namun hingga kini definisi jaminan yang ada masihlah kabur..karena Hak asasi manusia yg paling mendasar yaitu salah satunya Beragama dan memiliki keyakinan merupakan ranah privat yang sama sekali bukan menjadi urusan Negara…idealnya demikian….namun individu2 yg kemudian menamakan dirinya pemerintah…berusaha membuat aturan yg ‘pakem’ tentang penerapan yang ‘baik’ ttg beragama itu sendiri.
Contoh lainnya, hingga kini masih terjadi pembatasan beribadah di Negara tercinta ini dgn dilarangnya pembangunan Pura di lombok oleh pemerintah…sehingga menimbulkan konflik di masyarakat yg berbeda keyakinan. Penafsiran seseorang akan ajaran agama yg dianutnya tidak bisa kemudian dipaksakan ‘harus sama’ diterapkan oleh orang lain. Sejarah mencatat…adanya perang salib menimbulkan jatuhnya korban jiwa yg tidak sedikit di antara dua pihak yang bertikai yang berjuang mengatasnamakan agama. ..sejarah juga mencatat…fanatisme sempit akan agama yang dianut selalu berdampak merugikan orang lain, hal ini yang melatarbelakangi amrozi,dkk kemudian ‘nekat’ menjadi dalang Bom Bali, semuanya krn cita2 jihad yang ngawur.

Adakah aturan hukum di Negara ini yang memberikan sanksi jika ada warganya tidak menunaikan ibadahnya secara ‘total’ misal sholat 5 waktu, atau Tri Sandhya sebanyak 3x sehari… jika ada yg bisa menunjukkan saya akan bersujud kepada anda…^_^
Tidak bisa norma agama dicampur-adukkan dgn berbagai kepentingan yang ada di masyarakat…yang ada sekarang…maraknya beberapa komunitas masyarakat yang hoby bertindak main hakim sendiri dgn kekerasan..merusak, menghancurkan, melarang, menginjak-injak dan mengkebiri keyakinan komunitas masyarakat lainnya…semuanya atas nama ‘agama’. Kasihan sekali jika kemudian agama menjadi ‘kambing hitam’ atas banyaknya gesekan2 dan konflik di masyarakat. Sungguh suatu sikap ‘hipokrit’ yang sangat ‘akut’ yang menjadi penyakit masyarakat.
Jika kemudian ada yang mengatakan suatu pembenaran ‘itu adalah sanksi moral’ yang harus diterima oleh ‘orang2 bandel’ yg menyimpang dari ajaran agama yang ada…lantas pertanyaan saya adalah…’moral yg bagaimana yang seharusnya dimiliki bangsa Indonesia, jika dgn mengatasnamakan agama…kita kemudian bertindak premanisme, menjadi seorang teroris yg ahli merakit bom bunuh diri, melakukan pembunuhan massal, melakukan pemerkosaan akan hak2 yg menjadi esensi dasar seorang manusia, jika itu definisi moral yang baik…maka apakah seharusnya saya lebih baik memilih tidak beragama dan menganut kepercayaan saja…???!! jika itu bisa membuat dunia ini menjadi lebih damai dan tenteram.


with love,




1 comment:

Anonymous said...

kubisikan dari sudut ini pelan, tuhan tidak pernah butuh agama ya sayang...